KIMPRAGAAN.COM, PRAGAAN – Bertempat di ruang aula Kiyai Ragasuta, Kecamatan Pragaan bersama Tim Kabupaten Sumenep, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DKP2KB), dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sumenel dilaksanakan sosialisasi percepatan angka anak tidak sekolah (ATS) di kantor kecamatan Pragaan.
Camat Pragaan diwakili Sekretaris Kecamatan Pragaan Ahmad Fikri mengatakan bahwa kegiatan hari ini merupakan tindak lanjut dari rapat kemarin di dinas pendidikan kabupaten Sumenep. Beliau juga melaporkan bahwa verifikasi data anak putus sekolah di desa sudah diverifikasi dan divalidasi.
“Sudah banyak desa yang menyetor data verifikasi anak putus sekolah,” ujarnya.
Mantan pegawai kecamatan Guluk-Guluk ini menyebut bahwa program pendataan anak tidak sekolah ini merupakan program nasional.
“Saya berharap data yang disampaikan ke kecamatan sesuai dengan kondisi real yang ad di desa,” pintanya.
Sementara, Tim dari Kabupaten menyebut bahwa anak putus sekolah di kabupaten Sumenep angkanya tembus 13.000 anak.
“Pragaan sendiri jumlahnya tidak kurang dari 455 anak,” jelasnya.
Kita tak percaya, lanjutnya, anak putus sekolah sebanyak itu. Setelah coba dipadukan dengan data Dukcapil ada selisih, sehingga data anak putus sekolah di Sumenep saat ini sekitar 11.000 anak.
“Ini program nasional yang harus kita dukung,” sambungnya.
Kita akan memperjelas data ini, data anak yang tidak sekolah dan data anak yang benar-benar putus sekolah. Desa sendiri terkadang tak update datanya, sehingga memerlukan validasi.
Faktornya anak putus sekolah, katanya, ada faktor ekonomi, perundungan di sekolah asal atau karena faktor lainnya.
“Yang tahu anak yang tak sekolah lagi pihak desa, dan pihak keluarga sehingga perlu melibatkan desa dan TP PKK Desa,” kata Bu Ferta dari Dinas Pendidikan.
Wajib belajar saat ini bukan lagi 12 tahun melainkan 13 tahun.
“Sehingga pra sekolah TK belum masuk TK masuk data tak sekolah,” sebutnya.
Data anak putus sekolah kalau sudah terdata dengan baik, maka anak tersebut bisa kembali ke sekolah formalnya.
“Kalau putus sekolah karena perundungan dari temannya bisa dipindah ke sekolah lain,” jelasnya.
Selain itu, juga bisa dimasukkan ke PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mengajar) di masyarakat juga menampung anak yang putus sekolah.
“PKBM jadwal sekolahnya menyesuaikan dengan jadwal lowong anak tersebut. Sehingga lebih fleksibel bisa kerja dan juga sekolah tetap terpenuhi.” Ungkapnya. (sny-zbr)








