KimKaryaMakmur.com, Pragaan – Pemerintah Republik Indonesia—melalui Kementerian Agama—telah mengumumkan bahwa malam ini adalah malam lebaran. Malam 1 Syawal 1445 Hijriah. Malam pertama kita berpisah dengan bulan suci Ramadan.
Mungkin yang penting menjadi bahan refleksi untuk kita malam ini bukan soal lebaran. Tetapi, soal keterpisahan kita dengan bulan agung Ramadan. Satu bulan penuh kita telah melaksanakan puasa dan ibadah-ibadah lain yang menyertai, seperti taraweh, tadarus, dan sedekah—entah berbantuk santunan, bingkisan, atau yang lain. Tentu kita berharap bahwa rangkaian ibadah itu bukan hanya menjadi ritual yang bersifat seremonial dan kulit luar. Kita memohon kepada Allah semoga ibadah-ibadah di maksud menembus jauh ke relung hati dan kesadaran kita yang paling dalam. Semoga menjadi energi untuk meneguhkan integritas dan moralitas kita kepada Allah dan sesama makhluk. Semoga menjadi cahaya yang menerangi jalan hidayah menuju kemenyatuan dengan Allah dalam segenap denyut hidup.
Tentu kita merasa berat melepas dan berpisah dengan Ramadan. Bulan ini—dengan segala keberkahan, keberlipatan, kebercahayaan, kerahmatan, kemaghfirahan, dan kemakbulannya—terlalu sayang untuk ditinggalkan. Tetapi, sebagaimana kendaraan yang harus melanjutkan perjalanan setelah rehat di terminal untuk memperbaiki mesin dan mengisi bahan bakar, kita pun dituntut untuk meneruskan pengabdian dan penghambaan. Jika Ramadan lebih banyak memberi momentum dan ruang untuk memperkukuh integritas vertikal dengan Allah, bulan-bulan selanjutnya adalah sebuah rentang waktu untuk menebarkan integritas vertikal itu ke dalam wilayah integitas horizontal dengan sesama makhluk. Pengalaman dan pengamalan ibadah selama Ramadan mesti berketuk tular kepada lingkungan sekitar. Orang-orang di seputar kita seharusnya dapat merasakan sentuhan nilai-nilai Ramadan itu berkelanjutan melalui sikap dan perilaku kita. Mereka seharusnya menikmati interaksi yang lebih menyatu dan lebih berempati dari kita yang telah digodok dengan spiritualitas Ramadan.
Dengan demikian, akhir Ramadan menjadi sebuah puncak semangat penghambaan kita sebagai ‘abdulllah, yakni sebagai makhluk yang mengemban tugas mengabdi dan beribadah kepada Allah. Sementara itu, awal Syawal menjadi sebuah garis start untuk memulai langkah baru dalam sebuah pengabdian panjang kita sebagai khalifah Allah, yakni sebagai wakil Allah di muka bumi yang mengemban tugas memakmurkan dan menyejahteraan alam semesta. Dengan bekal keberkahan Ramadan kita berharap bahwa apa yang akan kita lakukan sejak Syawal ke depan akan menjadi lebih positif dan lebih berpencerahan serta memberi manfaat yang sebesar-besarnya terhadap kehidupan makhluk sekitar. Amin …
‘Ied Mubarok
Penulis : Asy’ari Khatib
Pengajar di PP Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep