KIMPRAGAAN.COM, PRAGAAN – Sebuah club kesebelasan (sepak bola) sebelum dilepas ke gelanggang perlu dilatih dan digodok, supaya bisa menjadi group pendobrak yang bisa memenangkan pertandingan terhadap lawan.
Seperti itulah kita ummat islam memasuki gelanggang bulan suci ramadan ini. Di gelanggang ramadhan ini kita benar-benar dilatih dalam berbagai hal, untuk nantinya dilepaskan bertarung dengan hawa nafsu dan setan di bulan Syawal dan seterusnya.
Orang yang tak biasa bertahajjud, di bulan ini dilatih bangun malam, maaf bukan untuk tahajjud, tapi untuk makan minum (sebagai pos apos kata orang Madura). Kalau sudah terbiasa bangun makan malam, kita sebagai muslim juga sudah diajari salat beberapa rakaat tarawih. Dua pembiasaan ini kalau digabung jadi salat tahajjud. Itulah contoh ibadah ritual yang menjadi ‘materi pelatihan’ di bulan ramadan.
Orang yang kurang peka terhadap lingkungan sekitar juga tidak luput dari pelatihan di bulan suci ini. Kita ummat Islam “dilaparkan” oleh tuhan, agar bisa merasakan perihnya lapar. Dengan demikian kita termotivasi untuk “berbagi ta’jil” kepada sesama, dan bahkan dikuatkan dengan kewajiban membayar zakat fitrah sebagai (implementasi) ibadah pamungkas di bulan suci ini.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَععَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Seakan kita sedang berdialog dengan Tuhan :
Tuhan : Kau wajib puasa agar kau menjadi orang bertaqwa.
Kita : Seperti apa ketaqwaan yang Kau inginkan ?
Tuhan : Yaa, bagi-bagi rejeki, jangan tamak, hindari sifat kikir.
Dari dua contoh ini kita faham bahwa di bulan ramadan ini kita harus mengasah, mempertajam serta memperkuat hablum minallah (kesalehan ritual) dan hablum minannas (kesalehan sosial).
Satu hal lagi, yaitu tadarus yang bisa difahami sebagai motivasi untuk kita selalu belajar dan terus belajar.
Kalau dalam ibadah haji kita temukan kata “haji mabrur”, suatu ketika sahabat bertanya “Apakah yg disebut mabrur dalam haji”? Ternyata Rasulullah SAW. menjawab :
إطعام الطعام وافشاء السلام
(memberi makan dan menebarkan salam/kedamaian). Jadi mabrur itu bukan hanya rajin salat berjamaah dan semacamnya, tapi juga berbagi. Maka dalam bulan puasa-pun kita diwajibkan menutup ibadah ramadan ini dengan :
إطعام الطعام
(berbagi makanan
= zakat fitrah )
Maka, kalau selepas Ramadan, kita tidak doyan ibadah ritual dan tidak menaikkan volume ibadah sosial kita, berarti “ibadah ramadan” kita masih bermasalah. Sama seperti halnya salat ; kalau dalam keseharian kita tidak lepas dari hal keji dan mungkar, berarti sholat kita bermasalah.
ان الصلاة تنهى عن الفحشاء و المنكر
Kesimpulan : Ibadah ramadan bukan hanya fokus mempertajam spiritual ritual, tapi juga spiritual sosial.
والله اعلم.
Pakamban Laok, 22 Maret 2024
Al Faqier :
A. Warits Anwar
Ketua MUI Pragaan