KIMPRAGAAN.COM, PRAGAAN – Temu bulanan Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) Pragaan sore ini Ahad (03/08/2025) ditempatkan di kediaman Ustad Anas Ansori Pakamban Laok. Hadir dalam kegiatan tersebut KH. Hanif Hasan salah satu Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah. Beliau menyampaikan terima kasih atas perhatian alumni. Selanjutnya beliau lalu mengenang masalah hijrah nabi Muhammad SAW.
“Dari saking pentingnya masalah Hijrah ini sampai dijadikan tahun hijriyah,” katanya.
Menurut beliau mengenang hijrah sama pentingnya mengingat maulid nabi. Karena banyak hikmah yang perlu kita pelajari dari peristiwa hijrah tersebut, tak cukup hanya soal iman dan taqwa, tapi juga strategi perjalanan hijrah. Sayyidina Ali mengganti selimut nabi, Abu Bakar mengutus budak Amir untuk menghapus jejak nabi di gua Tsur,
“Bahkan nabi menyewa pemandu ulung dari non Islam yang dapat dipercaya untuk memandu perjalanan nabi agar tak terpantau musuh,” jelasnya.
Dari hal tersebut, mengajarkan kepada kita bahwa kita bisa toleransi dengan orang non muslim yang dapat dipercaya.
Selain itu beliau juga mendawuhkan bahwa tujuan kita mencari ilmu ini untuk rida Allah, juga untuk menghidupkan agama dan membela Islam.
“Islam tak bisa dipertahankan dengan ilmu saja tapi juga dengan perjuangan,” ujarnya.
Kita harus menjadi orang Islam yang kuat. Kata nabi, orang mukmin yang kuat, lebih baik dicintai oleh Allah ketimbang orang mukmin yang lemah. Kita jangan sampai menjadi orang bodoh, tak punya kuasa, sakit sakitan, termasuk lemah.
“Oleh karena itu, kita harus tinggikan cita-cita kita, karena paling baiknya kita adalah orang yang memberikan manfaat yang banyak kepada orang lain, memperbanyak urusan,” ungkapnya.
Beliau juga meminta alumni untuk hidup jujur dan adil karena itu yang ditekankan oleh Allah.
“Amanah jujur dalam perbuatan bukan hanya pandai berkata. Adil itu nilai universal yang harus selalu mengingatkan kita,” ungkapnya.
Menantu Kiyai Ahmad Basyir Abdullah Sajjad ini mengatakan bahwa sejak tanggal 12 Maulid nabi memimpin kekuasaan umat di Madinah saat hijrahnya.
“Mari kita raih kekuasaan semampu kita, tiru nabi. Nabi menjadi Kepala negara, tak usah lewat HTI memimpin negara, asalkan kita masuk dalam kekuasaan,” tegasnya.
Beliau juga menekankan bahwa kehidupan di dunia ini ujian, kita akan diuji dengan kebaikan dan kejelekan. Ketika diberi kenikmatan terkadang kita berpaling, menjauh. Ketika diberi kejelekan, maka doa kita panjang-panjang. Maka bekerjalah dengan ikhlas di dunia, ongkosnya nanti di akhirat.
Saat di Madinah, tambahnya, nabi menggali parid sebelum perang Ahzab, parid yang dalam dan lebar. Melihat kesusahan menggali parid, nabi berkata, Ya Allah, kehidupan sesungguhnya adalah kehidupan akhirat.
Juga di akhir hayatnya, beliau melihat banyaknya orang di Arafah yang masuk Islam, beliau gembira tapi beliau juga berkata bahwa kehidupan sesungguhnya adalah kehidupan akhirat.
“Keakhiratan kita ini harus kita pertajam. Kita di dunia hanya mengumpulkan amal. Karena itu nabi memulai hijrah untuk memulai kekuasaan,” jelasnya.
Islam cepat menyebar, katanya lewat kekuasaan. Segala urusan dalam kekuasaan saat ini tidak baik-baik saja. Negara sekaya ini, tambahnya, tapi rakyatnya tetap miskin.
“Padahal tanah Indonesia ini adalah penggalan surga. Menancapkan kayu saja jadi tanaman tapi kenapa rakyatnya miskin,” serunya mempertanyakan.
Beliau bahkan menyitir apa yang didawuhkan Mahfudz MD, bahwa seandainya tambang saja di Indonesia tak dikorupsi, maka per kepala di Indonesia mampu diberi kesejahteraan 20 juta.
“Kalau banyak kerusakan terjadi itu bukan karena tak ada orang baik, tapi karena orang baiknya diam,” ungkapnya.
Beliau mengagumi negeri non muslim tapi warganya banyak yang berperilaku islami.
“Ada banyak negeri non muslim, sedikit orang Islamnya tapi prakteknya islami. Sungainya bersih orang terbebas dari sampah, tertib antre, banyak super market hanya kasir tanpa penjaga,” ungkapnya.
Beliau meminta pengajian nantinya diarahkan bukan hanya soal fiqih syariah, tapi juga ditekankan pada akhlak kebaikan hati.
“Nabi sangat menghargai butiran nasi saat beliau makan. Tawadhu itu juga bermakna tak merasa jatuh gengsi dengan pekerjaan sepele tapi bermakna bagi kehidupan.” Ungkapnya.. (Zbr)
