Sidang Bahtsul Masail di Masjid Al-Istiwak Desa Sentol Daya |
Sentol Daya – Soal jual beli arisan pada pelaksanaan 2 (dua) kali sidang bahtsul masail di MWC NU Pragaan belum mendapatkan keputusan mengikat. Berbagai silang pendapat sebagai dinamika kekhasan Nahdlatul Ulama mewarnai sepanjang pembahasan. Ada yang menghukumi boleh karena dianggap akad Ju’alah, ada yang menghukumi jual beli yang cenderung haram dari sisi akad. Dua pendapat saling mengajukan referensi mendasar serta argumentasi yang dinamis didasarkan atas akar masalah dan budaya jual beli arisan yang berkembang di masyarakat.
Sidang sampai jam 13.00 Wib dihentikan karena keterbatasan waktu dan akan diangkat kembali materinya pada sidang bahtsul masail yang akan datang.
Sidang Bahtsul Masail Ahad (16/02/2020) di masjid Al-Istiwak Desa Sentol Daya Kecamatan Pragaan ini selain dihadiri jajaran Syuriyah, Tanfidziyah MWC dan Ranting NU se Kecamatan Pagaan juga dihadiri oleh Pengurus Cabang NU Sumenep K. Maimun Salim.
Menurut K. Maimun Salim masalah hukum jual beli arisan harus didekati dengan pendekatan referensi budaya dan kebiasaan masyarakat. Substansi akar masalah akan mendekatkan jawaban pada kemashlahatan umat. Hukum boleh dengan akad Ju’alah bagi dirinya cenderung lebih rasional bagi warga NU.
“Prinsip awal hukum fiqih dalam mu’amalah hubungan kemanusiaan sehari hari itu boleh, kecuali ada qarinah lain yang mengharamkanya”, ujarnya disambut serius peserta yang lain.
Berbeda dengan K. Maimun Salim, peserta lainnya K. Mubarok Yasin menyoal banyak hal dari akad Ju’alah dengan mempertanyakan identitas sejumlah istilah akaq Ju’alah tersebut dalam perspektif hukum fiqih, sehingga tak ada unsur yang menekan, dan sejumlah syarat harus terakomodir, katanya. Dampaknya harus nyata kemanfaatannya tanpa merugikan pihak pihak. Katanya, menambahkan.
Sementara itu Mushahhih Rais Syuriyah MWC NU Pragaan KH. Zarkasyi Rokhim dan K. Fathorrahman (Katib Syuriyah) menyederhanakan hakikat soal bahtsul masail sesungguhnya bukan jual beli tapi niatnya mau pinjam dengan kompensasi tertentu, hal itu menurut keduanya sudah dimaklumi oleh masyarakat meski bahasa akadnya sering kali melebar jadi jual beli, padahal maksudnya ya pinjam, tandasnya di ujung-ujung sidang. Nah, akad pinjam juga akan memiliki implikasi hukum lain dalam menetapkan hukum jual beli arisan, sambung keduanya memperkaya wawasan hukum.
Ust. Khairuddin LBM NU sebagai pimpinan sidang menutup sidang tanpa kesimpulan kongkrit apakah akan dihukumi boleh atau haram. Jawaban dimaukufkan dulu dan akan dipertajam lagi pada pertemuan bulan berikutnya.
“Inilah dinamika sidang di NU, dinamis, penuh tawa, khidmat, saling serang dan saling bertahan dengan banyak referensi aktual, tapi tetap saling menghormati dan saling menghargai pendapat orang lain”. Demikian kata Drs. KH. Ahmad Junaidi Muarif Ketua Tanfidziyah NU Pragaan usai kegiatan bahtsul masail. (Zbr).
Editor : Badrul/KIM