KIMPRAGAAN.COM, PRAGAAN – Baharuddin Mutheri Kepala Puskesmas Pragaan pada acara Minilokakarya di Puskesmas Pragaan menjelaskan tentang bahaya penyakit menular TBC kepada peserta yang hadir antara lain Forkopimka, Kepala Desa, tokoh dan koordinator lembaga pendidikan swasta yang hadir.
TBC ada, katanya, disebabkan oleh bakteri yang bisa menyerang semua umur, baik anak-anak sampai usia lanjut.
“Yang mengkhawatirkan, penderita batuk melalui udara, langsung menyebabkan bakteri di udara dan terhirup orang lain,” ungkapnya, Selasa (17/09/2024)
TBC disebutnya dapat menularkan bakteri pada 10 -15 orang yang ada di sekelilingnya.
Gejalanya, batuk berdahak dua minggu atau lebih, sesak nafas, batuk darah, penurunan nafsu makan, berat badan turun, badan lemas, demam keringat dingin malam hari.
“Apabila ada warga yang punya gejala itu segera memeriksakan dirinya, oleh Puskesmas akan diambil dahaknya dan diperiksa di labolatorium untuk memastikan terkena TBC atau nggak,” tuturnya.
Bagi mereka yang positif terkena TBC maka dia harus melakukan pengobatan selama 6 bulan, pengobatannya gratis ditanggung oleh pemerintah.
“Pengobatan dilakukan selama 6 bulan, dimana setiap hari dia harus minum obat. Obat ini gratis, kalau berobat diluar pemerintah, misalnya beli di apotik, maka itu butuh uang puluhan juta,” jelasnya.
Beliau lalu mengungkap data penderita TBC di Kecamatan Pragaan suspek 1.076 orang, semua kasus 177 orang, capaian 102 orang.
“Agar TBC ini tidak menular, maka harus segera diobati. Kalau diobati bakteri akan pecah dan tidak menular,” jelasnya.
Selain itu, dia mengungkap bahwa dari 14 desa di kecamatan Pragaan terdapat dua desa dengan kasus MDR-TB (Multi Drug Resistant Tuberculosis) atau TB MDR adalah jenis tuberkulosis yang resistan terhadap minimal dua obat antituberkulosis (OAT) atau kebal terhadap obat.
“Kalau ia menular, maka yang ditulari kebal juga,” jelasnya.
Kendala pemberantasan penyakit TBC yang dirasakan beliau adalah adanya penemuan 2 kasus. Dinyatakan positif TB tetapi berhenti berobat, tidak kembali ke Puskesmas, atau dia putus minum obat.
“Ada yang minum sebulan atau dua bulan terasa enak tak batuk lagi, dia tak kembali padahal dia belum benar-benar sembuh.” Ujarnya.
Rencana kegiatan yang akan dilakukan adalah melakukan pelacakan kasus TBC yang mangkir putus berobat. Serta melakukan investigasi kontak dengan orang lain disekitarnya yang berpotensi tertular. (Zbr)