KIMPRAGAAN.COM, PRAGAAN – Ada dua kebahagiaan yang dirasakan oleh orang yang berpuasa, yaitu saat berbuka dan tatkala kelak bertemu dengan Allah. Tentang pertemuan dengan Allah ini, Nabi bersabda, kelak orang mukmin akan menatap wajah Allah di surga sebagaimana kita di dunia menatap bulan yang sedang purnama tanpa terhalang mega sedikitpun.
Apakah bertemu dengan Allah hanya baru terwujud kelak ketika kita sudah berada di surga? Tak bisakah kita bertemu dengan Allah di dunia?
Suatu ketika, Sayyidina Ali ibn Abi Thalib ditanya oleh Dzi’lib al-Yamani, “Dapatkah engkau melihat Allah, wahai Amirulmukminin?”
Sontak Sayyidina Ali menjawab, “Apakah aku akan menyembah sesuatu yang tidak aku Lihat?”
“Bagaimana engkau melihat-Nya!”
“Dia tidak dapat dilihat dengan mata kepala. Dia hanya dapat dilihat dengan mata hati yang penuh hakikat keimanan.”
Pernyataan Sayyidina Ali di atas memberi ruang alternatif bagi orang berpuasa untuk bertemu dengan Allah di dunia. Orang berpuasa yang hatinya diliputi cahaya keimanan. Di dalam al-Qur’an perintah puasa memang diserukan Allah kepada orang yang beriman. “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana sudah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian.”
Dengan demikian, berpuasa merupakan wujud dan implementasi keimanan yang berpusat di hati. Secara fisik orang yang berpuasa menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seksual. Pada saat yang sama, secara ruhani ia sebenarnya sedang membersihkan hati dari segala hal yang menodai keimanan. Sedang mengasah hati dari segala yang mengotori keimanan. Sedang menajamkan hati dari segala yang mengaratkan keimanan. Sedang menyalakan hati dengan limpahan cahaya keimanan.
Ketika puasa dapat menjalankan fungsi keimanan seperti itu, saat itulah mata hati benar-benar berada dalam kondisi siap untuk bertemu dengan Allah. Dan, tatkala pertemuan spiritual itu benar-benar terjadi, pada saat itulah orang yang menjalankan puasa benar-benar berada dalam momen kebahagiaan spirtual yang tak terhingga dan tak kan mampu dilukiskan dengan kata-kata.
Begitulah, dua kebahagiaan bagi orang berpuasa sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas dapat dirasakan secara bersamaan bahkan ketika kita masih berada di dunia. Kebahagiaan saat berbuka bersifat fisik yang dirasakan oleh elemin jasmani, sedangkan kebahagiaan saat bertemu dengan Allah bersifat spiritual yang dirasakan oleh elemen ruhani yang dipenuhi hakikat keimanan.
Wallahu a’lam
Jaddung, 07 Ramadhan 1445/18 Maret 2024.
Penulis : Asy’ari Khatib
Pengajar di PP Annuqayah Guluk-Guluk