Dokumentasi, suasana Khatmil Qur’ an pada Lailatul Ijtima’ MWC NU Pragaan |
Pragaan – Kegiatan rutin kemasyarakatan Majlis Wakil Cabang Nahdatul Ulama (MWC NU) Pragaan berupa Lailatul Ijtima’ yang dilaksanakan pada malam Selasa (8/06/2020) di Kantor MWC NU Pragaan diisi dengan pembacaan Khatmil Qur’an 30 Juz, laporan kegiatan rajabiyah dan sambutan pengarahan dari Mustasyar MWC NU Pragaan KH. Baihaqi Syafiuddin.
Mantan Pimpinan Anggota DPRD Kabupaten Sumenep ini dalam arahannya mengaku senang dapat menghadiri acara bulanan ini. Nama Lailatul Ijtima’ menurutnya adalah khas NU. Belakangan kelompok lain menggunakan nama yang hampir sama ‘Ijtima’ Ulama’. Dirinya merasa ringan melangkah untuk hadir ke acara Lailatul Ijtima’ karena panggilan NU.
“Fisik saya sudah umur 80 tahun. Ibadah ramadhan saya kemarin sudah lockdown di rumah saja, karena saya tak ingin ketularan atau menularkan penyakit”, ujarnya rendah hati.
Laporan keuangan Harlah yang disampaikan minus oleh panitia ditanggapi beliau biasa bahkan tak seberapa jika dibandingkan manfaat yang dihasilkan.
“Minus dalam hal keuangan tidak ada artinya dibandingkan pencapaian kualitas kegiatan, dimana ribuan orang hadir, dan ribuan malaikat tentu turun, itu tak dapat diukur dengan finansial”, tambahnya lagi menguatkan semangat pengurus untuk terus mengabdi pada Nahdlatul Ulama.
Menurut beliau juga ciri NU menempatkan yang sepuh di tempatnya selain sebagai pelestarian tradisi penghormatan pada yang sepuh, juga untuk mengamalkan ayat agar saling menasehati dalam masalah kebenaran dan kesabaran.
“Pimpinan NU itu dari atas ke bawah harus sabar dan tabah, serta mengikuti laju pergerakan personil organisasi, karena yang akan dipimpin adalah juga pemimpin yang memiliki banyak keinginan dan cita-cita”, katanya mengingatkan beratnya tugas menjadi pemimpin.
Beliau mengajak untuk membaca sejarah pemimpin bernama Muawiyah, dimana mengibaratkan seorang pemimpin itu seperti penarik tali gagang hewan piaraan, ada saatnya ditarik ada saatnya diulur, semua itu untuk mencapai keseimbangan dalam pelaksanaan dan pengendalian.
“Kalau terjadi perbedaan pendapat dalam organisasi jangan selalu ditarik ekstrem, ada kalanya sebagian mengalah agar roda organisasi tetap dijalan tengah”, tambahnya lagi mengingatkan kerja moderasi.
Beliau juga menyinggung tantangan NU dan negara tentang fitnah akhir zaman. Beliau menyebut isu PKI dibangkitkan lagi untuk sejumlah kepentingan.
“PKI masa remaja saya mengalaminya sendiri tahun 1966. Dulu yang berani menghadapi PKI hanya Ansor. Bahayanya PKI dulu karena banyak melakukan aksi sepihak, penguasaan tanah diluar aturan dll.
“Sekarang tak ada PKI, hanya diisukan. Karena saya tak merasakan kuatnya gejala seperti dulu. Ini hanya imbas pertarungan politik elektoral yang belum difahami dengan bijaksana”, tambahnya bercerita panjang lebar tentang komunisme masa lalu.
Ciri NU lainnya, menurut beliau, mematuhi ketentuan negara. Tapi mematuhi negara bukan tidak bersikap kritis pada kebijakannya. Sikap NU sudah tepat dengan mempertanyakan kebijakan pemerintah oleh PBNU atas keputusan pembatalan keberangkatan Jamaah Haji, karena dianggap mendahului keputusan Arab Saudi.
Terakhir beliau singgung pandemi Covid-19 yang dampaknya sangat menderita bagi yang terserang, karena serangannya adalah paru-paru. Oleh sebab itu beliau harap warga NU ikut ketentuan pemerintah mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker, cuci tangan dan jaga jarak.
“Sebagai organisasi yang hirarkis, NU di tingkatan kecamatan dan ranting ikut sikap organisasi diatasnya dalam menyikapi berbagai hal. Jangan membuat kebijakn sendiri yang menyimpang”, ujar beliau penuh wibawa.
Terhadap pengabdian pengurus pada jam’iyah, beliau mengajak pengurus NU berlaku ikhlas dhahiran wabatinan dalam mengurus NU. (Zbr/Badrul/KIM-KMAP).